Keluarga saya

Keluarga saya
Foto Pernikahan di Bati-Bati

Biografi Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah (الشيخ عبد القادر الجيلاني)

'''Sulthanul Auliya [[Syekh]] Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah,''' (bernama lengkap '''Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jailani'''). Lahir di [[Jailan]] atau Kailan tahun 470 [[Hijriyah|H]]/[[1077]] [[Masehi|M]] kota Baghdad sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani. Biografi beliau dimuat dalam Kitab الذيل على طبق الحنابلة '' Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah '' I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali. Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 [[Rabiul akhir]] di daerah Babul Azajwafat di [[Baghdad]] pada 561 H/[[1166]] M. Bila dirunut ke atas dari nasabnya, beliau masih keturunan Rasulallah Muhammad SAW dari Hasan bin Ali ra, yaitu Abu Shalih Sayidi Muhammad Abdul Qadir bin Musa bin Abdullah bin Yahya Az-zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa Al-Jun bin Abdullah Al-Mahdi bin Hasan Al-Mutsana bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra.

== Masa Muda ==

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/[[1095]] M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin [[Ahmad al Ghazali]], yang menggantikan saudaranya [[Al-Ghazali|Abu Hamid al Ghazali]].
Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang [[ulama]] seperti '''[[Ibnu Aqil]], [[Abul Khatthat]], [[Abul Husein al Farra’]] dan juga [[Abu Sa’ad al Muharrimi]]'''. Belaiu menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai [[ushuludin|ilmu-ilmu ushul]] dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.
Dengan kemampuan itu, Abu Sa’ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.

== Murid-Murid ==
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab ''Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam'', Syeikh [[Ibnu Qudamah|Qudamah]], penyusun kitab fiqh terkenal ''al Mughni''.

== Perkataan Ulama tentang Beliau ==

Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu [[bulan]] sembilan [[hari]]. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (''Siyar A’lamin Nubala'' XX/442).

Syeikh Ibnu Qudamah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, ”Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau
yang bernama Yahya untuk menyalakan [[lampu]] buat kami. Ia senantiasa menjadi [[imam]] dalam [[shalat]] [[fardhu]].”

Beliau adalah seorang yang berilmu, ber[[aqidah]] [[ahlussunnah|Ahlu Sunnah]], dan mengikuti jalan [[salaf|Salaf al Shalih]]. Belaiau dikenal pula banyak memiliki [[karamah]]. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa [[kisah|kisah-kisah]], perkataan-perkataan, [[ajaran|ajaran-ajaran]], [[tarekat|tariqah (tarekat/jalan)]] yang berbeda dengan jalan [[Rasulullah]], para sahabatnya, dan lainnya. Di antaranya dapat diketahui dari pendapat Imam Ibnu Rajab.

== Tentang Karamahnya ==
Syeikh Abdul Qadir al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan [[zuhud|ahli zuhud]]. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang bernama al Muqri’ Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri' lahir di [[Kairo]] tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).

"Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak me[[riwayat]]kan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh dari [[agama]] dan [[akal]], [[sesat|kesesatan-kesesatan]], [[dakwa|dakwaan-dakwaan]] dan perkataan yang [[batil]] tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan [[ayam]] yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu tidak pantas [[nisbat|dinisbatkan]] kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah."

Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja’far al Adfwi (nama lengkapnya Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama [[mazhab|bermadzhab]] [[Syafi’i]]. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan [[Sya’ban]] tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab ''Ad Durarul Kaminah'', biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari kitab ''At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq'', hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 [[Dzulkaidah|''Dzulqa'dah'']] 1415 H / 8 April 1995 M.).

== Karya ==
Imam Ibnu Rajab juga berkata, ”Syeikh Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat [[Allah]], [[takdir]], dan [[ma'rifat|ilmu-ilmu ma’rifat]] yang sesuai dengan [[sunnah]]."

Karya beliau, antara lain :
# ''al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq'',
# ''Futuhul Ghaib''.
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.

== Beberapa Ajaran Beliau ==
Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”

Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga
memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah
menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara
riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.

Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)

Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. ''Wallahu a’lam bishshawwab''.

== Awal Kemasyhuran ==
Al-Jaba’i berkata bahwa Syeikh Abdul Qadir pernah berkata kepadanya, “Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di [[masjid]] Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di [[malam]] hari dengan membawa [[lilin]] dan [[obor]] hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah [[mushalla]]. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai [[kuda]], [[unta]] bahkan [[keledai]] dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali ''radhiallahu 'anhum]].

Kemudian, Syeikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasulallah SAW sebelum [[dzuhur]], beliau berkata kepadaku, "anakku, mengapa engkau tidak berbicara?". Aku menjawab, "Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?". Ia berkata, "buka mulutmu". Lalu, beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan [[hikmah]] dan peringatan yang baik”. Setelah itu, aku shalat dzuhur dan duduk serta mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat [[Ali]] r.a. datang dan berkata, "buka mulutmu". Ia lalu meniup 6 kali ke dalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasulallah SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada Rasulallah SAW. Kemudian, aku berkata, "Pikiran, sang penyelam yang mencari [[mutiara]] ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat”. Ia kemudian menyitir, "Dan untuk wanita seperti Laila, seorang pria dapat membunuh dirinya dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis."

Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syeikh Abdul Qadir berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, "kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut, "Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali (ke [[Baghdad]]) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.

Aku pun membuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.

== Beberapa Kejadian Penting ==
Suatu ketika, saat aku berceramah aku melihat sebuah [[cahaya]] terang benderang mendatangi aku.
"Apa ini dan ada apa?" tanyaku.
"Rasulallah SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat" jawab sebuah suara.
[[Sinar]] tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi [[spiritual]] yang membuatku setengah [[sadar]]. Lalu, aku melihat Rasulallah SAW di depan [[mimbar]], mengambang di [[udara]] dan memanggilku, "Wahai Abdul Qadir". Begitu gembiranya aku dengan kedatangan Rasalullah SAW, aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Ia meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. "Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulallah SAW?" tanyaku kepadanya. "Sebagai rasa hormatku kepada Rasalullah SAW" jawab beliau.

Rasulallah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. "apa ini?" tanyaku. "Ini" jawab Rasulallah, "adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad ''Qutb'' dalam jenjang kewalian". Setelah itu, aku pun tercerahkan dan mulai berceramah.

Saat Nabi [[Khidir]] As. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan dikatakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku, "Engkau tidak akan sabar kepadaku", aku akan berkata kepadamu, "Engkau tidak akan sabar kepadaku". "Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini [[Muhammad]] dan yang ini ar Rahman, ini kuda berpelana, [[busur]] terentang dan [[pedang]] terhunus.”

Al-Khattab pelayan Syeikh Abdul Qadir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas Al-Khidir As lewat dan aku pun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.

== Hubungan Guru dan Murid ==
Guru dan teladan kita Syeikh Abdul Qadir berkata, ”Seorang Syeikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.

# Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang ''sattar'' (menutup aib) dan ''ghaffar'' (pemaaf).
# Dua karakter dari Rasulullah SAW yaitu penyayang dan lembut.
# Dua karakter dari [[Abu Bakar]] yaitu jujur dan dapat dipercaya.
# Dua karakter dari [[Umar]] yaitu amar ma’ruf nahi munkar.
# Dua karakter dari [[Utsman bin Affan|Utsman]] yaitu dermawan dan bangun ([[tahajjud]]) pada waktu orang lain sedang tidur.
# Dua karakter dari Ali yaitu alim ([[cerdas]]/[[intelek]]) dan pemberani.

Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait [[syair]] yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan:

Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syeikh maka ia adalah [[Dajjal]] yang mengajak kepada kesesatan.

Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum [[syariat]] dzahir, mencari ilmu [[hakekat|hakikah]] dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.

Syeikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syeikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syeikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.

Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang syeikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. Selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan [[riyadhah]]. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemahlembutan dalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang murid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya [[bai’at]] bersumber dari hadits Rasulullah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.

Kemudian dia harus [[talkin|mentalqin]] si murid dengan [[zikir]] lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. bertanya kepada Rasulallah SAW, "Wahai Rasulallah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling [[afdhal]] di sisi-Nya. Rasulallah berkata, "Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam [[khalwat]] ([[kontemplasi]]nya)". Kemudian, Ali ra. kembali berkata, "Hanya demikiankah [[fadhilah]] zikir, sedangkan semua orang berzikir". Rasulullah berkata, "Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan 'Allah', 'Allah'. "Bagaimana aku berzikir?" tanya Ali. Rasulallah bersabda, "Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula". Lalu, Rasulallah berkata, “''Laa Ilaaha Illallah''” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara keras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat ''Laa Ilaaha Illallah''. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.

Syeikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh [[mursyid]]nya saat menghadapi sakaratul maut”.

Karena itulah Syeikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi:
Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).

== Lain-Lain ==
Kesimpulannya beliau adalah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan di sisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir sebagai wasilah (perantara) dalam do’a mereka, berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan orang yang meninggal sebagai perantara, maka tidak ada syari’atnya dan ini diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo’a kepada selain Allah.
"Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. Al-Jin: 18)"

Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari’ah. Akhirnya mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada
kita sehingga tidak tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.

Pada tahun 521 H/[[1127]] M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir menghabiskan waktunya sebagai pengembara [[sufi]] di [[Padang Pasir]] [[Iraq]] dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia [[Islam]]. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. [[Madrasah]] itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Syeikh Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya [[Baghdad]] pada tahun 656 H/1258 M.

Syeikh Abdul Qadir juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu [[tarekat]] terbesar didunia bernama [[Tarekat Qodiriyah]].